FAKTA HUKUM, Rabu (11 Desember 2024). BANJARMASIN - PERNYATAAN Prof. Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan berkaitan Organisasi Advokat selain Peradi adalah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) merupakan sebuah kata-kata yang asal bunyi alias Asbun.
Selaku guru besar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra dinilai sangat tidak netral di saat yang bersangkutan membuat pernyataan seperti itu. Dan secara tidak langsung sama saja dengan melukai para advokat yang sudah di ambil sumpahnya di pengadilan tinggi di Indonesia.
Hal demikian ditegaskan Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) H. Aspihani Ideris Assegaf, S.A.P., S.H., M.H., Minggu (8/12/2024) kepada sejumlah media online yang mewawancarainya.
Sebagai seorang Pejabat Negara dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, sikap Prof. Yusril Ihza Mahendra dinilainya sangat tidak netral.
“Seharusnya seorang pejabat negara itu tidak boleh berpihak kepada hanya salah satu organisasi advokat, belajarlah bijak dan independen dalam bersikap. Seharusnya anda mengetahuinya, bahwa organisasi advokat yang legal itu adalah organisasi yang di sahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, dan OA kami legal Karena ada SK Kemenkumham RI nya, dan di sana tertulis bukan ormas melainkan organisasi advokat” tegas Aspihani.
Kalau hanya Peradi yang di akui sebagai organisasi advokat, maka perlu ketegasan, Peradi di bawah Ketua Umum Peradi yang mana?
Apakah Peradi di bawah kepemimpinan Dr. Luhut M.P Pangaribuan, S.H., LL.M. atau Peradi versi Dr. Juniver Girsang S.H., M.H. atau versi Prof. Dr. Otto Hasibuan,S.H., M.M. maupun Peradi pimpinan Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. di katakan Prof. Yusril?
Nah ini menjadikan pertanyaan bagi segenap advokat terlahir di luar Peradi Berbicara logika, semua Peradi bermasalah, karena satu organisasi advokat bernama Peradi pecah dengan 4 orang yang meng-klaim sebagai Ketua umum.
Berbicara hukum, hukum itu adalah logika, kepemimpinan tertinggi itu sah apabila hanya di pimpin dalam satu organisasi oleh hanya satu orang saja selaku Ketua Umum, jika satu organisasi di pimpin oleh lebih dari satu orang, berarti organisasi tersebut bermasalah.
“Kementrian Hukum dan HAM RI pun tidak boleh menerbitkan SK dengan nama yang sama di setiap organisasi itu. Jadi secara hukum pasti hanya satu Peradi yang sah secara hukum di antara sekian Peradi tersebut, jika Peradi ada 4 organisasi, maka hanya 1 Peradi yang sah secara hukum, sisanya adalah ilegal dan atau semuanya ilegal tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI, iya kan?” beber Aspihani.
Kalau Peradi versi Otto Hasibuan yang mengaku paling benar, bagaimana dengan Peradi di bawah kepemimpinan Luhut M.P Pangaribuan; Juniver Girsang; dan Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan serta pimpinan organisasi advokat yang mengatasnamakan Peradi lainnya?
Aspihani pun mengkritik, jika Prof. Otto Hasibuan masih mengatasnamakan selaku Ketua umum Peradi, sesuai Pasal 20 ayat (3) UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, maka seorang pejabat negara seperti beliau salaku Wakil Menteri Hukum dan HAM selayaknya cuti sebagai Advokat dan Ketua umum Peradi.
Berkaitan pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, menurut Aspihani berpandangan, itu adalah pernyataan nyeleneh yang hanya dapat membuat kegaduhan. Hukum memaksa kita untuk berpikir secara logika, biarlah kita berpendapat masing-masing. Karena pendapat dua ahli hukum pasti tidak sama berbeda pendapat.